Thursday, June 27, 2013

DRAINASE KONVENSIONAL DAN DRAINASE RAMAH LINGKUNGAN



Sistem Drainase

 Drainase adalah lengkungan atau saluran air di permukaan atau di bawah tanah, baik yang terbentuk secara alami maupun dibuat oleh manusia. Dalam bahasa Indonesia, drainase bisa merujuk pada parit di permukaan tanah ataugorong-gorong di bawah tanah. Drainase berperan penting untuk mengatur suplai air demi pencegahan banjir. (wikipedia)
Terdapat 2 jenis sistem drainase yaitu sistem drainase konvensional dan sistem drainase ramah lingkungan (eko-drainase). Perbedaan kedua sistem drainase ini adalah sebagai berikut :

1. Sistem Konvensional
Konsep dari sistem konvensional adalah membuang air genangan secepat-cepatnya ke sungai tanpa sebelumnya diresapkan kedalam tanah. Akibat dari sistem konvensional ini adalah :
  • Sungai akan menerima beban yang melampui kapasitasnya yang bisa menyebabkan banjir di musim hujan
  • Menurunkan kesempatan bagi air untuk meresap ke dalam tanah yang bisa menyebabkan kekeringan di musim kemarau
  • Fluktuasi kandungan air tanah musim kemarau dan hujan yang sangat tinggi yang bisa menyebabkan tanah longsor
Agar air hujan yang turun tidak langsung terbuang ke sungai, maka air hujan diresapkan ke dalam tanah untuk menambah muka air tanah. Cara yang digunakan bisa menggunakan Memanen Air Hujan Dengan Biopori atau bisa menggunakan Memanen Air Hujan Dengan Membangun Embung atau Waduk Kecil

2. Sistem Drainase Ramah Lingkungan (eko-drainase)
Mengelola air kelebihan dengan cara sebesar-besarnya diresapkan ke dalam tanah secara alamiah atau mengalirkan ke sungai dengan tanpa melampaui kapasitas sungai sebelumnya.
Akibat dari sistem ini adalah
  • Air tidak secepatnya dialirkan ke sungai
  • Meresapkan air ke dalam tanah guna meningkatkan kandungan air tanah untuk cadangan pada musim kemarau
Biopori
Biopori adalah salah satu cara agar air yang turun di atap rumah, tidak langsung mengalir ke saluran dan berakhir ke laut. Dengan adanya biopori, maka sebagian air yang jatuh ke tanah akan meresap ke dalam tanah dan dapat meningkatkan lapisan air bawah tanah.
Kegunaan dari drainase yaitu :
  • žMengeringkan daerah becek dan genangan air
  • žMenstabilkan permukaan air tanah
  • žMengendalikan erosi, kerusakan jalan, dan bangunan
  • žMengendalikan air hujan yang berlebihan
Sistem penyediaan drainase yaitu :
  • Sistem drainase utama
  • Sistem drainase lokal
  • Sistem drainase terpisah
  • Sistem gabungan
Jenis-jenis drainase yaitu :
A. Menurut sejarah terbentuknya
  • Drainase alamiah
  • Drainase buatan
B. Menurut letak saluran
  • Drainase permukaaan tanah
  • Drainase bawah tanah
C. Menurut konstruksi
  • Saluran terbuka
  • Saluran tertutup
D. Menurut fungsi
  • Single purpose
  • Multi purpose
Akibat dari sistem drainase yang buruk adalah timbulnya genangan air yang dapat menimbulkan beberapa masalah. Ada beberapa penyebab terjadinya genangan antara lain :
  1. Dimensi saluran yang tidak sesuai.
  2. Perubahan tata guna lahan yang menyebabkan terjadinya peningkatan debit banjir di suatu daerah aliran sistem drainase.
  3. Elevasi saluran tidak memadai.
  4. Lokasi merupakan daerah cekungan.
  5. Lokasi merupakan tempat retensi air yang diubah fungsinya misalnya menjadi permukiman. Ketika berfungsi sebagai tempat retensi (parkir alir) dan belum dihuni adanya genangan tidak menjadi masalah. Problem timbul ketika daerah tersebut dihuni.
  6. Tanggul kurang tinggi.
  7. Kapasitas tampungan kurang besar.
  8. Dimensi gorong-gorong terlalu kecil sehingga aliran balik.
  9. Adanya penyempitan saluran.
  10. Tersumbat saluran oleh endapan, sedimentasi atau timbunan sampah

PEMBANGUNAN BERWAWASAN LINGKUNGAN



Pembangunan berwawasan lingkungan memang sangat diperlukan dan haruslah berorientasi pada kebutuhan pokok hidup manusia, pemerataan sosial, peningkatan kualitas hidup, serta pembangunan yang berkesinambungan.

Agar pembangunan yang berwawasan lingkungan ini dapat berjalan dengan baik, maka pembangunan tersebut perlu memiliki pandangan jauh ke depan yang dirumuskan sebagai visi pembangunan. Dan dapat diimplementasikan ke dalam pembangunan jangka panjang secara ideal serta berorientasi kepada kepentingan seluruh rakyat. Visi pembangunan yang dimaksud adalah tercapainya peningkatan kualitas hidup seluruh masyarakat melalui: pengembangan kecerdasan, pengembangan teknologi, ketrampilan dan moral pembangunan sumber daya manusia yang tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, serta seni untuk mengelola sumber daya alam secara bijaksana dan berkesinambungan.Oleh karena itu, pembangunan harus mengandung makna perkembangan dan perbaikan kualitas hidup masyarakat melalui keadilan.

Strategi pembangunan sangat  berpengaruh pada proses pembangunan yang dilaksanakan apakah akan berjalan dengan baik apa tidak .Strategi pembangunan adalah usaha untuk meningkatkan potensi sumber daya manusia dalam mendayagunakan sumber daya alam dengan segenap peluang serta kendalanya. Hal ini dapat dilakukan dengan cara:
1.  Penggunaan teknologi bersih yang berwawasan lingkungan dengan segala perencanaan yang baik dan layak.
2.  Melaksanakan rekayasa ilmu pengetahuan dan teknologi yang tepat guna dalam menghasilkan barang dan jasa yang unggul, tangguh dan berkualitas tinggi, yang berdampak positif bagi kelangsungan hidup pembangunan itu sendiri.
3.  Adanya pengawasan dan pemantauan terhadap jalannya pembangunan, sehingga sesuai dengan rencana dan tujuannya.

Selain strategi,Pembangunan berwawasan lingkungan juga memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1.  Memberi kemungkinan bagi setiap warga untuk menentukan pilihan berbagai ragam hidup untuk meningkatkan mutu hidup
2.  Pembangunan berwawasan lingkungan tidak hanya menyangkut pengendalian perubahan sumber daya alam secara fisik saja
3.  Berkaitan erat dengan pengaturan ekonomi dan sosial bagi warga maupun bagi lembaga
4.  Melakukan langkah-langkah yang dapat menimbulkan perilaku berperan sert masyarakat secara luas dalam pembinaan etika lingkungan, sehingga tercipta keadaan yang selaras dan serasi dengan wawasan lingkungan hidup
5.  Mencegah adanya akibat sampingan yang akan merugikan masyarakat
6.  Pembangunan diharapkan memperoleh hasil yang optimum dan berkesinambungan dalam usaha peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Tujuan Pembangunan Berwawasan Lingkungan
o   Tercapainya keselarasan, keserasian, dan keseimbangan antara manusia dan lingkungan hidup.
o Terwujudnya manusia Indonesia sebagai insan lingkungan hidup yang memiliki sikap dan tindakan yang melindungi lingkungan hidup.
o   Terjaminnya kepentingan generasi sekarang dan generasi yang akan datang.
o   Tercapainya kelestarian fungsi lingkungan hidup.
o   Terkendalinya pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana.
o   Terlindunginya wilayah Indonesia dari pengaruh negatif pembangunan, seperti pencemaran tanah, air, dan udara.

Untuk itu,berhubung di Indonesia sedang gencar-gencarnya melakukan pembangunan baik tujuan nasional maupun tujuan dari pemda setempat untuk memajukan daerahnya dan mengingat pentingnya Pembangunan berwawasan Lingkungan Pelaku usaha jasa konstruksi dalam hal ini seperti  kontraktor dan arsitektur  didorong untuk lebih mengedepankan konsep pembangunan berwawasan lingkungan dalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi /konstruksi yang lebih ramah lingkungan.Seperti yang kita tahu dimana Konstruksi merupakan salah satu sektor yang berperan penting di dalam perubahan iklim dan lingkungan.




 Summarecon Bekasi akan menjadi ikon kawasan hunian dan komersial terbaik di Bekasi. Dikembangkan di atas lahan seluas 240 hektar, Summarecon Bekasi mulai dibangun pada november 2010 dengan konsep hunian yang berwawasan lingkungan.

Jika saja semakin banyak Pembangunan yang tidak memperdulikan aspek lingkungan, akan semakin banyak dampak negatif yang ditimbulkan.Sebagai contoh pembangunan Gedung,Mall maupun pabrik dengan merelakan hutan untuk ditebang sampai habis, pada akhirnya hutan yang difungsikan sebagai pencegah banjir lama kelamaan akan benar-benar habis, air tidak bisa lagi diserap baik oleh tanah maupun tumbuhan.

(AMDAL) Analisis Mengenai Dampak Lingkungan



AMDAL

AMDAL merupakan singkatan dari Analisis Mengenai Dampak Lingkungan.
AMDAL merupakan kajian dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup, dibuat pada tahap perencanaan, dan digunakan untuk pengambilan keputusan.
Hal-hal yang dikaji dalam proses AMDAL: aspek fisik-kimia, ekologi, sosial-ekonomi, sosial-budaya, dan kesehatan masyarakat sebagai pelengkap studi kelayakan suatu rencana usaha dan/atau kegiatan.
Agar pelaksanaan AMDAL berjalan efektif dan dapat mencapai sasaran yang diharapkan, pengawasannya dikaitkan dengan mekanisme perijinan. Peraturan pemerintah tentang AMDAL secara jelas menegaskan bahwa AMDAL adalah salah satu syarat perijinan, dimana para pengambil keputusan wajib mempertimbangkan hasil studi AMDAL sebelum memberikan ijin usaha/kegiatan.

Guna AMDAL

Bahan bagi perencanaan pembangunan wilayah
Membantu proses pengambilan keputusan tentang kelayakan lingkungan hidup dari rencana usaha dan/atau kegiatan.

§  Memberi masukan untuk penyusunan disain rinci teknis dari rencana usaha dan/atau kegiatan
§  Memberi masukan untuk penyusunan rencana pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup
§  Memberi informasi bagi masyarakat atas dampak yang ditimbulkan dari suatu rencana usaha dan atau kegiatan


Prosedur AMDAL
Prosedur AMDAL terdiri dari :
Proses pengumuman dan konsultasi masyarakat. Berdasarkan Keputusan Kepala BAPEDAL Nomor 08/2000, pemrakarsa wajib mengumumkan rencana kegiatannya selama waktu yang ditentukan dalam peraturan tersebut, menanggapi masukan yang diberikan, dan kemudian melakukan konsultasi kepada masyarakat terlebih dulu sebelum menyusun KA-ANDAL.
Proses penyusunan KA-ANDAL. Penyusunan KA-ANDAL adalah proses untuk menentukan lingkup permasalahan yang akan dikaji dalam studi ANDAL (proses pelingkupan).
Proses penilaian KA-ANDAL. Setelah selesai disusun, pemrakarsa mengajukan dokumen KA-ANDAL kepada Komisi Penilai AMDAL untuk dinilai. Berdasarkan peraturan, lama waktu maksimal untuk penilaian KA-ANDAL adalah 75 hari di luar waktu yang dibutuhkan oleh penyusun untuk memperbaiki/menyempurnakan kembali dokumennya.
Proses penyusunan ANDAL, RKL, dan RPL. Penyusunan ANDAL, RKL, dan RPL dilakukan dengan mengacu pada KA-ANDAL yang telah disepakati (hasil penilaian Komisi AMDAL).
Proses penilaian ANDAL, RKL, dan RPL. Setelah selesai disusun, pemrakarsa mengajukan dokumen ANDAL, RKL dan RPL kepada Komisi Penilai AMDAL untuk dinilai. Berdasarkan peraturan, lama waktu maksimal untuk penilaian ANDAL, RKL dan RPL adalah 75 hari di luar waktu yang dibutuhkan oleh penyusun untuk memperbaiki/menyempurnakan kembali dokumennya.
Yang menyusun AMDAL
Dokumen AMDAL harus disusun oleh pemrakarsa suatu rencana usaha dan/atau kegiatan.
Dalam penyusunan studi AMDAL, pemrakarsa dapat meminta jasa konsultan untuk menyusunkan dokumen AMDAL. Penyusun dokumen AMDAL harus telah memiliki sertifikat Penyusun AMDAL dan ahli di bidangnya. Ketentuan standar minimal cakupan materi penyusunan AMDAL diatur dalam Keputusan Kepala Bapedal Nomor 09/2000.

Yang terlibat dalam proses AMDAL

Pihak-pihak yang terlibat dalam proses AMDAL adalah Komisi Penilai AMDAL, pemrakarsa, dan masyarakat yang berkepentingan.
Komisi Penilai AMDAL adalah komisi yang bertugas menilai dokumen AMDAL. Di tingkat pusat berkedudukan di Kementerian Lingkungan Hidup, di tingkat Propinsi berkedudukan di Bapedalda/lnstansi pengelola lingkungan hidup Propinsi, dan di tingkat Kabupaten/Kota berkedudukan di Bapedalda/lnstansi pengelola lingkungan hidup Kabupaten/Kota. Unsur pemerintah lainnya yang berkepentingan dan warga masyarakat yang terkena dampak diusahakan terwakili di dalam Komisi Penilai ini. Tata kerja dan komposisi keanggotaan Komisi Penilai AMDAL ini diatur dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup, sementara anggota-anggota Komisi Penilai AMDAL di propinsi dan kabupaten/kota ditetapkan oleh Gubernur dan Bupati/Walikota.
Pemrakarsa adalah orang atau badan hukum yang bertanggungjawab atas suatu rencana usaha dan/atau kegiatan yang akan dilaksanakan.
Masyarakat yang berkepentingan adalah masyarakat yang terpengaruh atas segala bentuk keputusan dalam proses AMDAL berdasarkan alasan-alasan antara lain sebagai berikut: kedekatan jarak tinggal dengan rencana usaha dan/atau kegiatan, faktor pengaruh ekonomi, faktor pengaruh sosial budaya, perhatian pada lingkungan hidup, dan/atau faktor pengaruh nilai-nilai atau norma yang dipercaya. Masyarakat berkepentingan dalam proses AMDAL dapat dibedakan menjadi masyarakat terkena dampak, dan masyarakat pemerhati.

Jenis-jenis  AMDAL tunggal

Jenis-jenis AMDAL tunggal adalah hanya satu jenis usaha dan/atau kegiatan yang kewenangan pembinaannya di bawah satu instansi yang membidangi usaha dan/atau kegiatan AMDAL.
TERPADU/MULTISEKTORAL adalah hasil kajian mengenai dampak besar dan penting usaha/kegiatan terpadu yang direncanakan terhadap LH dan melibatkan lebih dari 1 instansi yang membidangi kegiatan tersebutKriteria kegiatan terpadu meliputi : berbagai usaha/kegiatan tersebut mempunyai keterkaitan dalam perencanaan dan proses produksinya Usaha dan kegiatan tersebut berada dalam satu kesatuan hamparan ekosistem AMDAL KAWASAN adalah hasil kajian mengenai dampak besar dan penting usaha/kegiatan yang direncanakan terhadap LH dalam satu kesatuan hamparan ekosistem zona pengembangan wilayah/kawasan sesuai dengan RT RW yang ada.
 
AMDAL Lahan basah
       
Panduan penyusunan AMDAL LAHAN BASAH sesuai dengan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No.5 tahun 2000. Salah satu kategori wilayah yang perlu dioptimalkan pembangunannya adalah kawasan lahan basah.
TIPELOGI EKOSISTEM terbagi menjadi 3 zona :
·
Ekosistem sungai
kawasan sepanjang kanan kiri sungai, termasuk sungai buatan/kanal/saluran irigasi primer, yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi sungai Kriteria sempadan sungai : Sekurang-kurangnya 100 meter di kiri kanan sungai besar dan 50 meter di kiri kanan anak sungai yang berada di luar permukiman Untuk sungai di kawasan permukiman lebar sempadan sungai seharusnya cukup untuk membangun jalan inspeksi yaitu 10 sampai 15 meter
· 
Ekosistem pantai
kawasan tertentu sepanjang pantai yangmempunyai manfaat penting untukmempertahankan dan melindungi kelestarianfungsi pantai dari gangguan kegiatan ataupunproses alam. Kriteria : dataran sepanjang tepian yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai minimal 100 meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat
· 
Ekosistem Sekitar Waduk dan Rawa Berhutan Bakau.
Kawasan tertentu di sekeliling danau/waduk yang mempunyaimanfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsiwaduk/danau. Perlindungan terhadap kawasan sungai/wadukdilakukan untuk melindungi danau/waduk. Kriteria : sepanjang tepian danau/waduk antara 50-100 meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat.
KAWASAN RAWA BERHUTAN BAKAU Kawasan pesisir laut yang merupakan habitat alami hutan bakau(mangrove) yang berfungsi memberikan perlindungan kepadaperikehidupan pantai dan lautan. Kriteria : Minimal 130 kali nilai rata-rata perbedaan air pasang tertinggi dan terendah tahunan diukur dari garis air surut terendah ke arah darat.
Lahan genangan air secara alamiah yang terjadi secara terus menerus atau musiman akibat drainase alamiah yang terhambat serta mempunyai ciri-ciri khusus TERMASUK DALAM KAWASAN PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG Kawasan hutan lindung Kawasan suaka alam darat Kawasan bergambut Kawasan mangrove Kawasan resapan air Taman Nasional Sempadan pantai Taman hutan raya Sempadan sungai Taman wisata alam Kawasan sekitar waduk/danau Kawasan cagar budaya dan Kawasan sekitar mata air Ilmu pengetahuan Kawasan suaka alam laut dan perairan Kawasan rawan bencana.
Pengertian  UKL dan UPL
Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL) adalah upaya yang dilakukan dalam pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup oleh penanggung jawab dan atau kegiatan yang tidak wajib melakukan AMDAL (Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 86 tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup).
Kegiatan yang tidak wajib menyusun AMDAL tetap harus melaksanakan upaya pengelolaan lingkungan dan upaya pemantauan lingkungan.
Kewajiban UKL-UPL diberlakukan bagi kegiatan yang tidak diwajibkan menyusun AMDAL dan dampak kegiatan mudah dikelola dengan teknologi yang tersedia.
UKL-UPL merupakan perangkat pengelolaan lingkungan hidup untuk pengambilan keputusan dan dasar untuk menerbitkan ijin melakukan usaha dan atau kegiatan.
Proses dan prosedur UKL-UPL tidak dilakukan seperti AMDAL tetapi dengan menggunakan formulir isian yang berisi :
Formulir Isian diajukan pemrakarsa kegiatan kepada :
Kaitan AMDAL dengan dokumen/kajian lingkungan lainnya
AMDAL-UKL/UPL
Rencana kegiatan yang sudah ditetapkan wajib menyusun AMDAL tidak lagi diwajibkan menyusun UKL-UPL (lihat penapisan Keputusan Menteri LH 17/2001). UKL-UPL dikenakan bagi kegiatan yang telah diketahui teknologi dalam pengelolaan limbahnya.
AMDAL dan Audit Lingkungan Hidup Wajib
Bagi kegiatan yang telah berjalan dan belum memiliki dokumen pengelolaan lingkungan hidup (RKL-RPL) sehingga dalam operasionalnya menyalahi peraturan perundangan di bidang lingkungan hidup, maka kegiatan tersebut tidak bisa dikenakan kewajiban AMDAL, untuk kasus seperti ini kegiatan tersebut dikenakan Audit Lingkungan Hidup Wajib sesuai Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 30 tahun 2001 tentang Pedoman Pelaksanaan Audit Lingkungan yang Diwajibkan.
Audit Lingkungan Wajib merupakan dokumen lingkungan yang sifatnya spesifik, dimana kewajiban yang satu secara otomatis menghapuskan kewajiban lainnya kecuali terdapat kondisi-kondisi khusus yang aturan dan kebijakannya ditetapkan oleh Menteri Negara Lingkungan Hidup.
Kegiatan dan/atau usaha yang sudah berjalan yang kemudian diwajibkan menyusun Audit Lingkungan tidak membutuhkan AMDAL baru.
AMDAL dan Audit Lingkungan Hidup Sukarela
Kegiatan yang telah memiliki AMDAL dan dalam operasionalnya menghendaki untuk meningkatkan ketaatan dalam pengelolaan lingkungan hidup dapat melakukan audit lingkungan secara sukarela yang merupakan alat pengelolaan dan pemantauan yang bersifat internal. Pelaksanaan Audit Lingkungan tersebut dapat mengacu pada Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 42 tahun 1994 tentang Panduan umum pelaksanaan Audit Lingkungan.
Penerapan perangkat pengelolaan lingkungan sukarela bagi kegiatan-kegiatan yang wajib AMDAL tidak secara otomatis membebaskan pemrakarsa dari kewajiban penyusunan dokumen AMDAL. Walau demikian dokumen-dokumen sukarela ini sangat didorong untuk disusun oleh pemrakarsa karena sifatnya akan sangat membantu efektifitas pelaksanaan pengelolaan lingkungan sekaligus dapat “memperbaiki” ketidaksempurnaan yang ada dalam dokumen AMDAL.
Dokumen lingkungan yang bersifat sukarela ini sangat bermacam-macam dan sangat berguna bagi pemrakarsa, termasuk dalam melancarkan hubungan perdagangan dengan luar negeri. Dokumen-dokumen tersebut antara lain adalah Audit Lingkungan Sukarela, dokumen-dokumen yang diatur dalam ISO 14000, dokumen-dokumen yang dipromosikan penyusunannya oleh asosiasi-asosiasi industri/bisnis, dan lainnya.